Manusia modern sangat tidak
konsisten menjalani kehidupannya. Saat dia berniat melakukan investasi atau
konsumsi, tetapi modal tidak memadai, dia berani menjaminkan umurnya dengan
hutang. Peluang (opportunity) bisnis menggiurkan membuat beberapa
manusia rela meminjam modal besar seakan telah sukses menegosiasikan umurnya.
Bahkan banyak yang berani bertaruh hutang hingga 20 tahun usia kedepan demi
sepetak tempat tinggal. Seketika itu manusia menjadi sangat optimis dan
tawakal.
Namun keadaan itu
berbalik drastis ketika mereka berkenalan dengan istilah resiko. Resiko
individual (kematian nyawa, kerugian dan kehilangan harta benda) hingga resiko
bisnis(bencana, kejahatan hingga musibah) hadir menjadi momok yang kemudian
menciutkan nyali mereka. Hingga mereka rela menukar resiko berbagai alat
pembayaran. Seorang bayi yang baru dilahirkan ke dunia sudah mulai
dibayarkan masa depan kuliahnya (17 tahun kedepan). Seketika itu pula mereka
berubah menjadi mahluk pesimis dan tak percaya akan ketentuan sang Pencipta.
Peradaban modern
memanfaatkan ketidakkonsistenan manusia ini dengan berbagai retorika ilmuscience modern,
dari ilmu matematika peluang hingga ilmu ekonomi keuangan. Lembaga Keuangan
Dunia berlomba-lomba mereguk keuntungan, bankir-bankir perbankan hidup dengan
gemerlap hingga agen-agen asuransi berkeliling melancong ke belantara dunia.
Bisnis kebingungan ini merambah hingga tak malu berkedok agama atau lebih
kerennya syariah. Para pemuka agama hingga birokrat pun tak sungkan beriklan
menambah kebingungan umat.
Disadari atau tidak
manusia kemudian menjerumuskan segala aspek kehidupan nya dalam sebuah
kalkulasi neraca materi yang sangat absurd. Perhitungan empiris keuntungan (benefit)
dan kerugian (loss)
dikemas dengan keberadaan ruang dan waktu. Semakin positip neraca kemakmuran
hidup semakin manusia merasa yakin kemampuan dirinya. Kemampuan diri yang tak
jarang perlahan meninggalkan Sang Penyebab Kehidupan.
Lance Armstrong (40 tahun), juara dunia balap sepeda
profesional Amerika Serikat tahun 1996 divonis menderita kanker yang
telah menjalar hingga otak dan paru-parunya. Berbagai perawatan medis yang
telah ia lalui ditambah menyusut nya berat badan nya hingga 9 kg ternyata
berbuah anugerah besar. Setelah ia dinyatakan sembuh ia kembali berlomba Tour
de France di tahun 2009. Berat tubuh nya lebih ideal menjadikannya mudah
melalui tanjakan, yang selama ini menjadi titik terlemah nya ketika mengayuh
sepeda sebelum era penyakitnya. Bahkan dia berhasil menutup karier 14 tahun
nya dengan menjuarai Tour de France sebanyak tujuh kali berturut-turut
(1999 - 2005).
Kisah Lance Amstrong
menyadarkan banyak faktor non materi yang ternyata harus diperhitungkan menjadi
penyebab kemampuan diri. Ada kekuatan penyangga kemampuan jasad, pikir hingga
jiwa yang manusia sendiri masih blank alias gelap. Neraca surplus kehidupan perlu
dilengkapi dengan proses kalkulasi anugerah. Anugerah yang awalnya tidak
diperhitungkan boleh jadi jauh lebih dominan berperan dibandingkan dengan hasil
“usaha” manusia sendiri. Berbagai kemurahan dan pertolonganNya kembali
diperhitungkan hingga neraca kehidupan menjadi tak surplus lagi, malah nampak
adanya defisit yang besar. Proses kalkulasi ini layaknya disebut
“Menghisab Tuhan”.
Tak berhenti pada
diri, konsep “Menghisab Tuhan” dapat berlaku pada perhitungan neraca negeri
ini. Rasanya tak satupun nilai surplus yang layak menjadikan negeri ini tetap
bertahan. Rapor merah (meminjam istilah para seniman politik) tercatat di
berbagai pos neraca kehidupan Negara. Bahkan jika menilik firman Penguasa
Kehidupan bahwa ‘telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia’, rasanya sangat wajar jika
keberadaan negeri ini sudah layak dihancurkan. Kekuatan apakah yang mampu
menunda atau bahkan membatalkan kemarahan Nya?
Segala kemurahan dan
pertolonganNya yang tercurah atas negeri diperhitungkan hingga akhirnya
terlihat neraca menjadi surplus. Ketahanan bangsa ternyata bukan berasal dari
daya tahan penghuninya namun karena pertolonganNya belaka. Menghisab Tuhan
hanya membutuhkan kejujuran. Jujur mengakui batas kemampuan diri, jujur
mengakui kelemahan hingga kesalahan dan puncak nya jujur mengakui bahwa segala
yang diperbuat tiada artinya tanpa campur tanganNya.
Manifestasi
menghisab adalah timbulnya rasa bersyukur (atas berbagai temuan-temuan
kenikmatan yang luput dari kalkulasi neraca kehidupan) dan etos kerja yang
kuat. Faktor inilah boleh jadi penawar kehancuran bangsa ini.
Hingga layak kiranya sang penguasa negeri berterima kasih kepada mereka yang
dapat dikategorikan sebagai ahlul hisab wal jamaah.
["Di dunia ini
kewajiban utama manusia adalah bergaul dengan persangkaan-persangkaan. Manusia
mempergaulkan persangkaan. Ilmuwan-ilmuwan menuliskan skripsi yang
mendobrak sangkaan melalui penelitian untuk kemudian berujung pada persangkaan
yang baru. Dalam dunia politik entah berapa ribu orang masuk penjara atau
meninggal dunia berkat lalulintas persangkaan nasional dan internasional. Baik
persangkaan yang hanya bersubstansi kebodohan dan kesombongan, maupun
persangkaan yang diskenariokan oleh rekayasa-rekayasa resmi. Banyak sekali
peristiwa-peristiwa politik yang sesungguhnya hanya berpangkal di persangkaan
dan berujung di persangkaan berikutnya. Demi budaya dan peradaban persangkaan
sangat banyak manusia harus mengorbankan hidupnya, airmatanya, penghidupannya,
masa depannya, bahkan nyawanya sekalipun. ...
Bahkan persangkaan
seringkali juga merupakan muatan utama dari peta pergaulan teologi antar para
pemeluk agama maupun aliran-aliran nilai yang dianggap sebagai agama. Tuhan
sendiri memakai idiom dhonn, yang berarti persangkaan, untuk menjelaskan
sejumlah fenomena kekufuran, kemunafikan, kemusyrikan, dan lain sebagainya,
yang terjadi pada mentalitas, batin, pikiran, dan kejiwaan
hamba-hambaNya.." ] Dikutip dari "Dinamika Persangkaan", Emha
Ainun Nadjib.
Spirit pencarian dan
perumusan "Menghisab Tuhan" ini akan menjadi nafas perhelatan Kenduri
Cinta yang akan digelar tanggal 11 Mei 2012 di Taman Izmail Marzuki. Semoga
wacana ini dapat memperkaya khasanah pemikiran kita bersama.
Jakarta, 7 Mei 2012
Dapoer Kenduri Cinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar