Tidak pernah terbayangkan sebelumnya di alam pikiran saya untuk
tinggal di kota sebesar Jakarta. Mungkin sudah suratan takdir kenapa akhirnya saya
tinggal disini. Kota yang segala polah dan tingkahnya menjadi pusat perhatian seluruh
masyarakat di Indonesia. Apakah itu tentang gaya hidup, politik, ekonomi, budaya,
keamanan, gosip sampai dengan kata-kata gaul. Hal ini tidak aneh, mengingat
kedudukan Jakarta tidak hanya berputar pada statusnya sebagai ibukota negara,
namun juga menyandang status sebagai pusat bisnis, hiburan, pendidikan, budaya,
dsb.
Ada beberapa hal
yang menjadi perhatian saya selama tinggal disini, yang PERTAMA adalah gaya hidup
konsumeris dan hedonis sebagian besar masyarakat. Entah duit dari mana
datangnya, membuat mereka begitu gampangnya mengeluarkan uang dan seolah-olah
nilai uang yang bagi umumnya masyarakat Indonesia begitu sangat berharga, bagi
mereka seolah tidak ada artinya. Kita bisa lihat hampir setiap hari mal, pusat
perbelanjaan selalu penuh, entah apa yang dibelanjakannya, ada saja pastinya.
Belum lagi restoran, bioskop, tempat karaoke, tampat nongkrong juga tidak kalah
penuhnya. Jika yang melakukan hal yang demikian adalah masyarakat yang memang
mempunyai kekayaan tanpa batas sih wajar-wajar saja. Namun jika hal tersebut
turut menjangkiti masyarakat tingkat menengah ke bawah, maka hal tersebut
menjadi warning tersendiri bagi alur
hidup warga Jakarta.
Yang KEDUA adalah
tata cara pergaulan. Orang Jakarta mempunyai sifat yang terbuka, egaliter dan
mudah berteman dengan siapa saja. Sebagai orang yang lama tinggal di jawa
bagian tengah, saya agak terkaget-kaget. Sebagai contoh ketika di ruang kuliah
atau ruang diskusi, tanya jawab bisa mengalir sedemikian rupa dengan bumbu
kritik-kritik yang tajam yang jika sang dosen atau narasumber tidak siap maka
situasi bisa berbalik sang dosen atau narasumber harus berguru pada yang
bertanya. Namun dari sisi ini juga ada kelemahannya, dengan sifat yang demikian
maka tingkat keterpengaruhan akan budaya yang negatif menjadi lebih mudah
masuk. Gejala penggunaan narkoba, tawuran, pergaulan bebas sedikit banyak
menurut hemat saya berasal dari adanya sifat-sifat ini.
Namun Jakarta tidak sepenuhnya
berisi hal yang negatif sebagaimana banyak masyarakat memandang demikian. Ini yang
menjadi poin terakhir saya di kesempatan ini. Jika kita jeli, banyak sekali
ditemukan majelis ilmu dari berbagai macam disiplin, aliran dan komunitas.
Bebas dan terbuka untuk umum. Banyak sekali masjid setiap harinya
menyeleggarakan kajian, bisa saat jam makan siang atau selepas malam. Belum
lagi forum tentang politik, sosial, seni, budaya, dsb. Yang rutin diadakan
apakah itu setiap minggu atau model bulanan. Hal ini yang saat ini sedang saya
nikmati betul. Apalagi menilik kondisi saya yang masih bujangan.
Jakarta singkat
cerita mengandung beragam warna. Bagai dua sisi uang koin, didalamnya banyak
mengandung kontradiksi. Saling melengkapi. Diantara poin yang saya sebutkan
diatas, Jakarta masih menyimpan segudang masalah. Isu kemacetan, banjir,
kriminalitas, tingkat pengangguran, pembangunan kota, perumahan murah, dan
sarana transportasi masih dominan di alam pikiran masyarakat Jakarta. Dan
beginilah Jakarta, hal yang demikian membuatnya selalu hidup 24 jam setiap
harinya.
Admin
Jakarta, 20 Feb 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar